Baru-baru ini, muncul sebuah kabar yang datang dari selebriti papan atas. Ayu Azhari memperkenalkan warisan budaya Nusantara yaitu kain te...
Saat itu, Ayu Azhari yang mengenakan ikat kepala dari kain tenun banyak membawa produk asli NTT. Hasilnya, banyak masyarakat London yang terkesima dengan keelokan dari kain tersebut.
Ya, seperti yang sudah Kawan GNFI ketahui, kain tenun NTT memang memiliki pesona tersendiri. Motif yang ditawarkan, seperti menampilkan legenda, mitos, dan hewan masing-masing daerah, serta untuk menggambarkan penghayatan akan karya Tuhan menjadi daya tarik dari kain ini.
Motif atau pola yang ada merupakan manifestasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat dan memiliki ikatan emosional yang cukup erat.
Sejarah mencatat, masyarakat Nusa Tenggara Timur diperkirakan sudah ada sejak 3.500 tahun yang lalu. Sejak itulah diperkirakan masyarakat setempat sudah mengenal seni dan budaya, salah satunya adalah menenun.
Menenun merupakan kemampuan yang diajarkan secara turun menurun pada masyarakat NTT demi menjaga dan melestarikan budaya.
Dengan begitu, masyarakat diharapkan dapat bangga mengenakan kain dari suku masing masing, sebab tiap kain yang ditenun itu unik dan tidak ada satu pun identik sama.
Selain itu menenun juga bisa menjadi indikator seorang wanita untuk siap dan pantas dinikahi, untuk pria yang menjadi indikator ialah mempunyai ladang dan bisa bercocok tanam.
Ada tiga jenis kain tenun NTT berdasarkan cara pembuatannya, tiga kain tersebut yaitu tenun ikat, tenun buna, dan tenun lotis.
Tenun ikat
Cara pembuatan tenun ikat ialah dengan memasukan benang pakan secara horizontal pada benang-benang lungsin, biasanya sudah diikat terlebih dahulu dan sudah dicelupkan ke pewarna alami. Pewarna alami tersebut terbuat dari akar-akar pohon dan dedaunan
Proses pembuatan kain tenun ini dilakukan secara manual. Mulai dari proses ikat untuk pembentukan motif, sampai pencelupan warna yang dilakukan berulang-ulang. Ini dilakukan karena satu warna saja butuh waktu selama 2-3 hari untuk pengeringan.
Selanjutnya, benang-benang yang sudah diikat akan ditenun untuk menjadi sebuah kain sarung. Untuk menjadi kain sempurna, tiap penenun biasanya butuh waktu sedikitnya tiga bulan.
Tenun ikat banyak tersebar di semua kabupaten NTT, kecuali di kabupaten Manggarai dan sebagian kabupaten Ngada.
Tenun buna
Proses pembuatan tenun buna dilakukan dengan mewarnai benang terlebih dahulu. Kemudian benang yang sudah diwarnai digunakan untuk membentuk motif yang berbeda-beda pada kain.
Tenun buna banyak terdapat di kabupaten Kupang, Belu, dan sekitarnya.
Tenun lotis
Tenun lotis merupakan perpaduan kain tenun dengan gaya sulam yang tampilannya hampir mirip dengan tenun songket. Proses pembuatannya mirip dengan tenun buna dengan benang harus diberi warna dahulu.
Perajin tenun lotis biasanya akan melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu menenun dan menyulam beberapa motif, sehingga dalam satu kain akan terlihat motif, seperti tiga dimensi karena jahitan yang agak menonjol keluar.
Tenun ini banyak terdapat di Kupang, Flores Timur, Sumba Timur, dan Sumba Barat.
Selain tiga jenis kain tersebut, ada jenis kain yang tidak bisa sembarang dipakai. Kain yang digunakan hanya untuk kalangan keluarga tetua adat atau disebut mosalaki.
Kain ini hanya dapat digunakan oleh mereka karena proses pembuatannya dilakukan secara rahasia disertai dengan ritual khusus
Ada suatu ungkapan dalam bahasa Sikka, yaitu “Ami nulung lobe. Naha utang wawa buku ubeng. Naha utang merah blanu, blekot.” Artinya, “Kami tidak memakai sarung murahan. Harus sarung dari dasar tempat simpan. Harus sarung yang merah, mantap, dan bermutu.”
Hal tersebut dimaknai dengan kain yang dikenakan seseorang menunjukan kepribadian pemakainya. Bukan sembarang orang, melainkan orang yang berwibawa, bermutu, dan berkepribadian baik.
Kain NTT tentunya memiliki banyak fungsi, seperti untuk berbusana sehari-hari atau dalam tarian adat, untuk mahar dalam pernikahan, untuk pemberian dalam acara kematian sebagai wujud penghargaan, sebagai penunjuk status sosial, sebagai alat transaksi, hingga sebagai bentuk cerita mengenai mitos dan cerita-cerita yang tergambar di motif-motifnya.
Kini, kain tenun juga biasa digunakan sebagai selendang, sarung, selimut, hingga pakaian dengan beragam model.
Karena proses pembuatan yang cukup sulit, juga dengan beragamnya motif yang dihasilkan, harga kain tenun pun cukup mahal. Bahkan, kain tenun NTT bisa dibandrol dengan harga hingga ratusan juta rupiah.
Kiprah kain tenun NTT tidak hanya di Indonesia, kain cantik ini sudah mengepakkan sayapnya hingga ke luar negeri.
Pada September 2017, kain tenun NTT untuk pertama kalinya tampil dalam pagelaran tunggal Couture New York Fashion Week, dan pada Maret 2018 juga tampil dalam ajang pagelaran mode bergengsi di dunia, yakni Paris Fashion Week 2018 di Paris.
No comments